Masih agak nyambung sama postingan sebelumnya, AKSI 34 Starmotion..
Jadi gini ceritanya.. AKSI selesai, aku pulang sama Vidy dan Ecky naik D04 arah terminal trus turun di halte Apotek. Aku punya hutang sama Vidy, jadi buat ongkos D04 itu aku yang bayar. Tarifnya kan Rp 2.000,- tuh.. Aku bayar pake uang Rp 20.000,-. Kalo buat bayar 2 orang, harusnya kembalinya Rp 16.000,- kan.. Tapi ternyata pas habis bayar (dan angkotnya pergi), aku baru sadar kalo abang angkotnya ngembaliin uang ke aku Rp 21.000,- (2 lembar Rp 10.000,- sama 1 lembar seribuan) Wew, tampaknya si abang salah ngambil selembar uang 5.000an, ketuker sama 10.000an. Jadi kayak si abang nambahin duit 1000 ke aku deh. Ckckck. Kejadiannya cepet banget, aku bingung harus gimana. Ga inget muka abangnya kayak gimana, gelap banget. Mau ngejar udah keburu jauh, ga sempet liat plat mobilnya pula. Yaudah akhirnya aku putusin buat pulang.
Trus hubungannya sama judul di atas apa?
Beberapa hari sebelumnya, pas banget aku habis ngobrol-ngobrol sama Mama tentang korupsi gitu. Mama nyeritain artikel yang dibacanya di Republika, tulisan Zaim Ukhrawi. Ceritanya kurang lebih gini..
"Di suatu siang, seorang ayah menikmati cuti yang diambilnya dari kantor dengan membaca koran di teras depan rumah. Tak berapa lama, anak bungsunya yang masih kelas 4 SD pulang sekolah. Sang anak tampak sangat senang. Ayah heran mengapa anaknya begitu. Sebelum sempat bertanya, anak itu sudah teriak, "Ayah ayah, tau gaa, tadi adek naik bus trus abangnya ga mintain ongkos dong!" sambil tertawa-tawa menunjukkan uangnya yang masih utuh. "Ooh, karena itu..", ucap sang Ayah dalam hati. Segera ia merespon: "Ya sudah bagus, buat nambah-nambahin uang jajan yaa.." Siang itu sang anak bahagia karena uang jajannya tidak jadi berkurang karena ongkos bus yang harus dibayarnya.
Sementara itu, di tempat yang lain.. Dengan situasi yang sama (ayah cuti dari kantor, membaca koran di teras depan rumah, dihampiri anaknya yang baru pulang sekolah, kegirangan menunjukkan uangnya yang masih utuh karena tidak diminta uang ongkosnya oleh kondektur), sang ayah segera menutup koran yang dibacanya, lalu berkata: "Hei, itu bukan uangmu." Anak itu langsung diam, berhenti dari kegirangannya. Ayah melanjutkan, "Itu hak kondektur bus tadi. Kamu harus memberikan padanya." Sang anak lemas, lesu, dan akhirnya duduk di sebelah ayahnya. Ia tampak merasa bersalah.
"Lalu adek harus bagaimana, Yah?"
Ayah berkata dengan bijaksana, "Kamu masih ingat wajah kondektur bus tadi?"
Anak: "Iya, masih."
Ayah: "Besok, kamu cari dia, kembalikan haknya."
Anak: "Kalau tidak ketemu, bagaimana, Yah?"
Ayah: "Lusa kamu cari lagi."
Anak: "Kalau tidak ketemu juga, bagaimana, Yah?"
Ayah: "Kalau sudah tiga hari dan kamu tidak bertemu dengan dia, berikan uang ongkos yang menjadi hak kondektur itu kepada orang yang membutuhkan. Pengemis di jalan, atau masukkan kotak amal di masjid. Ingat, itu bukan hakmu, nak. Kewajibanmu adalah membayar jasa angkutan yang kamu naiki kepada yang berhak menerimanya, yaitu kondektur tadi."
Anak: "Baiklah, Ayah."
Siang itu sang anak belajar tentang kejujuran. Yang sangat berharga, yang insyaAllah akan ia pegang sampai ia besar nanti."
Nah.. Ga nyangka banget akhirnya aku malah ngalamin hal serupa sama cerita yang Mama ceritain! Ckckck. Tapinya aku ga inget muka si abang angkot dan ga tau plat mobilnya, jadinya ga mungkin bisa ngembaliin hak abang itu langsung :( Sampai di rumah aku langsung ceritain ke Mama trus Mama senyam-senyum aja. "Kamu udah tau kan apa yang harus dilakuin?"
Yak jadilah, aku akhirnya memilih untuk masukin uang ongkos yang seharusnya aku bayar itu ke kotak amal di masjid. Hehe :D
Kejujuran memang harus diajarkan sejak dini, dimulai dari lingkungan terkecil, yaitu keluarga. Dari keteladanan orang tua. Ke depannya, dua anak yang ada dalam cerita di atas itu bisa jadi akan sangat berbeda. Karena kejadian yang mereka alami ditanggapi secara berbeda oleh orang tua mereka. Hmmm.. Semoga keluarga-keluarga di luar sana masih banyak yang menerapkan disiplin yang baik dan mengajarkan anak mereka untuk jujur.. Jadinya ga makin banyak korupsi di negara ini. Aamiin.
Jadi gini ceritanya.. AKSI selesai, aku pulang sama Vidy dan Ecky naik D04 arah terminal trus turun di halte Apotek. Aku punya hutang sama Vidy, jadi buat ongkos D04 itu aku yang bayar. Tarifnya kan Rp 2.000,- tuh.. Aku bayar pake uang Rp 20.000,-. Kalo buat bayar 2 orang, harusnya kembalinya Rp 16.000,- kan.. Tapi ternyata pas habis bayar (dan angkotnya pergi), aku baru sadar kalo abang angkotnya ngembaliin uang ke aku Rp 21.000,- (2 lembar Rp 10.000,- sama 1 lembar seribuan) Wew, tampaknya si abang salah ngambil selembar uang 5.000an, ketuker sama 10.000an. Jadi kayak si abang nambahin duit 1000 ke aku deh. Ckckck. Kejadiannya cepet banget, aku bingung harus gimana. Ga inget muka abangnya kayak gimana, gelap banget. Mau ngejar udah keburu jauh, ga sempet liat plat mobilnya pula. Yaudah akhirnya aku putusin buat pulang.
Trus hubungannya sama judul di atas apa?
Beberapa hari sebelumnya, pas banget aku habis ngobrol-ngobrol sama Mama tentang korupsi gitu. Mama nyeritain artikel yang dibacanya di Republika, tulisan Zaim Ukhrawi. Ceritanya kurang lebih gini..
"Di suatu siang, seorang ayah menikmati cuti yang diambilnya dari kantor dengan membaca koran di teras depan rumah. Tak berapa lama, anak bungsunya yang masih kelas 4 SD pulang sekolah. Sang anak tampak sangat senang. Ayah heran mengapa anaknya begitu. Sebelum sempat bertanya, anak itu sudah teriak, "Ayah ayah, tau gaa, tadi adek naik bus trus abangnya ga mintain ongkos dong!" sambil tertawa-tawa menunjukkan uangnya yang masih utuh. "Ooh, karena itu..", ucap sang Ayah dalam hati. Segera ia merespon: "Ya sudah bagus, buat nambah-nambahin uang jajan yaa.." Siang itu sang anak bahagia karena uang jajannya tidak jadi berkurang karena ongkos bus yang harus dibayarnya.
Sementara itu, di tempat yang lain.. Dengan situasi yang sama (ayah cuti dari kantor, membaca koran di teras depan rumah, dihampiri anaknya yang baru pulang sekolah, kegirangan menunjukkan uangnya yang masih utuh karena tidak diminta uang ongkosnya oleh kondektur), sang ayah segera menutup koran yang dibacanya, lalu berkata: "Hei, itu bukan uangmu." Anak itu langsung diam, berhenti dari kegirangannya. Ayah melanjutkan, "Itu hak kondektur bus tadi. Kamu harus memberikan padanya." Sang anak lemas, lesu, dan akhirnya duduk di sebelah ayahnya. Ia tampak merasa bersalah.
"Lalu adek harus bagaimana, Yah?"
Ayah berkata dengan bijaksana, "Kamu masih ingat wajah kondektur bus tadi?"
Anak: "Iya, masih."
Ayah: "Besok, kamu cari dia, kembalikan haknya."
Anak: "Kalau tidak ketemu, bagaimana, Yah?"
Ayah: "Lusa kamu cari lagi."
Anak: "Kalau tidak ketemu juga, bagaimana, Yah?"
Ayah: "Kalau sudah tiga hari dan kamu tidak bertemu dengan dia, berikan uang ongkos yang menjadi hak kondektur itu kepada orang yang membutuhkan. Pengemis di jalan, atau masukkan kotak amal di masjid. Ingat, itu bukan hakmu, nak. Kewajibanmu adalah membayar jasa angkutan yang kamu naiki kepada yang berhak menerimanya, yaitu kondektur tadi."
Anak: "Baiklah, Ayah."
Siang itu sang anak belajar tentang kejujuran. Yang sangat berharga, yang insyaAllah akan ia pegang sampai ia besar nanti."
Nah.. Ga nyangka banget akhirnya aku malah ngalamin hal serupa sama cerita yang Mama ceritain! Ckckck. Tapinya aku ga inget muka si abang angkot dan ga tau plat mobilnya, jadinya ga mungkin bisa ngembaliin hak abang itu langsung :( Sampai di rumah aku langsung ceritain ke Mama trus Mama senyam-senyum aja. "Kamu udah tau kan apa yang harus dilakuin?"
Yak jadilah, aku akhirnya memilih untuk masukin uang ongkos yang seharusnya aku bayar itu ke kotak amal di masjid. Hehe :D
Kejujuran memang harus diajarkan sejak dini, dimulai dari lingkungan terkecil, yaitu keluarga. Dari keteladanan orang tua. Ke depannya, dua anak yang ada dalam cerita di atas itu bisa jadi akan sangat berbeda. Karena kejadian yang mereka alami ditanggapi secara berbeda oleh orang tua mereka. Hmmm.. Semoga keluarga-keluarga di luar sana masih banyak yang menerapkan disiplin yang baik dan mengajarkan anak mereka untuk jujur.. Jadinya ga makin banyak korupsi di negara ini. Aamiin.
nice post :D
BalasHapusmakasih udah mampir gan :D
BalasHapus